Hari Sabtu.
Lokasi shooting dimulai dari
rumahnya Dea yang gede. Karena kita sama sekali belum punya pengalaman membuat
film, bingung harus mulai shooting adegan yang mana. Ditambah lagi kita ga pake
naskah. Pembuatan naskah kita terputus ditengah jalan karena deadline alias
idenya baru muncul sehari sebelumnya. Diskusi yang berubah acara jadi prosesi
foto bersama terus berlanjut sampe tengah hari. Perut-perut kelaparan ber-kruyuk
di sana dan di sini.
Dea mengusulkan untuk singgah ke
Ind*maret terdekat untuk mengisi perut masing-masing. Mungkin aktris dan aktor Hollywood selalu jaga
pola makan mereka dengan ketat. Sampe ada katanya kena penyakit eating
disorder. Apa enaknya hidup kayak
begitu? Punya banyak duit kok ga bisa kenyang-_-. Bagi kita perut adalah salah
satu hal yang utama.
Kebetulan banget tokoh Aini (yang
diperankan oleh aktris peraih nominasi Oscar, Kania) ada adegan mencuri di
tempat tersebut. Kita jalan segerombolan sambil jalan kaki di bawah sengatan
dingin sinar matahari. Ternyata perjalanannya lumayan menguras tenaga. Sesampainya
di lokasi, kita langsung sprint ke kulkas minuman dingin. Tak lupa dibayar di
kasir terlebih dahulu baru dinikmati kesegarannya.
Dahaga telah ditangani. Sekarang waktunya
fokus ke tujuan utama. Shooting adegan Aini mencuri. Ceritanya si Aini lagi
kehausan dan berjalan menuju Ind*maret. Padahal dia ga punya cukup uang untuk
sebotol Pulp* *range. Lalu minuman tersebut diselundupkan ke kantong seragam
biru-putihnya. Tolong jangan sekali-kali meniru adegan tersebut. Terutama di
kehidupan nyata.
Aini |
Pertama, kita butuh izin untuk
shooting di sini. Kita saling nunjuk satu sama lain buat perwakilan. Karena ga
ada yang mau, akhirnya Nisa sang pemberani maju dengan inisiatif sendiri menuju
meja mbak-mbak kasir.
“Mbak, kita minta izin mau
numpang shooting di sini. Sebentar doang kok.” Kata Nisa dengan senyum manis
sebagai pelengkap.
Mbak-mbaknya bales tersenyum. Pertanda
baik. “Oh, iya. Boleh, boleh.”
Untungnya kalimat si Mbak cuma
berhenti sampai di situ. Ga ada penandatanganan kontrak dan biaya lokasi dan
lain-lain.
Aqila, Dila, dan Aini |
“Satu.. dua.. tiga..”
Kania berjalan masuk dengan gaya santai dengan
berpasang-pasang mata pengunjung lain ngeliatin
pengen tau. Saat Kania hampir sampe ke rak minuman, Nisa ngasih kode
stop. Lalu kita semua langsung ngerubungin kamera dengan mata berbinar-binar. Video
pertama woy! Kita ngeliat hasil shoot-nya bareng-bareng. Karena Kania berjalan
dari pintu yang berada di arah kiri menuju rak di arah kanan, otomatis kamera
juga bergerak mengikuti Kania. Ga sengaja salah satu lengan kita yang nonton
dibelakan Nisa ke shoot. Kalo ga salah lengan tersebut milik Meka *asal nuduh
padahal mah udah lupa*. Video tersebut dianggap gagal dan harus mulai dari awal
lagi. Akhirnya kita yang lagi ga di shoot harus sembunyi di belakang rak sabun
dan sikat gigi. Kita ngobrol dan ngemil sambil nunggu.
Shoot adegan itu diulang hampir
lima kali atau bahkan lebih. Ada yang salah Kania karena senyam-senyum, ada
juga salah kita karena cekikikannya kedengeran sampe kamera. Aku liat mbak-mbak
kasirnya berusaha nahan senyum sambil pura-pura ga liat kamera dan Kania. Setelah
semua usai dan memuaskan, kita pamit undur diri dan bilang makasih ke si Mbak. Kita
juga ga lupa menyertakan Ind*maret di bagian credit film kelak.
Perjuangan Kania ternyata belum
berhenti sampai di sini. Kita butuh adegan di mana Kania berjalan masuk ke
Ind*maret yang di shoot dari luar. Masa ujug-ujug Kania udah ada di dalem situ?
Kan jadi tidak nyambung. Walaupun Kania keliatan udah capek, tapi rasa lelah ga
akan membiarkan kita ngumpulin sebuah video Kania mencuri minuman ke Bu Ratna.
Dengan pengalaman yang ada, shoot
kali ini lebih mudah. Cukup tiga kali shoot. Butuh keberanian tinggi untuk
menjalani adegan seperti itu. Kita ga punya modal untuk menyewa stunt-women.
Alhasil Kania harus ikhlas sepenuh hati. Lalu Kania mengungkapkan isi hatinya.
Aini, Dila, Mona (yg ceritanya lg ngambek wk), & Aqila |
“Ih, dari tadi gue malu banget
sumpah. Udah adegannya nyuri lagi diliatin banyak orang. Terus masa pas gue
jalan masuk ke Ind*maret sambil celingak-celinguk diketawain sama abang
gorengan. Nyebelin banget, ih.”
Setiap kesuksesan dimulai dari pengorbanan.
Kania telah berkorban diliatin dan diketawain. Itu tandanya film ini akan
meraih kesuksesan. Kira-kira itulah teoriku. Semoga aja memang bener adanya.
Shooting pun berlanjut ke adegan
yang mengikutsertakan Dea sebagai Dila (aktris peraih Golden Globe), Naura
sebagai Aqila (aktris peraih BAFTA Award), dan Meka sebagai Mona (aktris peraih
Piala Citra. Beserta tujuh Grammy Award) sampe sore hari. Adeganku dan Nisa ga ada sama
sekali. Kita sama-sama berperan jadi ibu-ibu. Akan shooting di hari selanjutnya
di rumah Meka.
Hari Minggu.
Mama Aqila |
Kita sempet terkagum-kagum dulu
sama rumah Meka yang ternyata begitu gede dan dalemnya juga bagus. Tapi
adeganku ceritanya jadi orang miskin. Lokasinya bertempat di ruang setrika
mbaknya Meka. Sebaliknya, Nisa sama Naura berperan jadi orang kaya yang
menggunakan lokasi di lantai dua. Satu rumah bisa menggambarkan dua keadaan
yang berbeda.
Nisa dan Naura jago akting. Ga butuh waktu lama sampe adegan mereka selesai. Langsung dilanjut adeganku. Aku nunggu di luar. Nisa ngasih aba-aba dari dalem. Aku udah latihan di rumah, seharusnya ini gampang karena aku cuma ngucapin empat kalimat. Ini bocorannya:
Nisa dan Naura jago akting. Ga butuh waktu lama sampe adegan mereka selesai. Langsung dilanjut adeganku. Aku nunggu di luar. Nisa ngasih aba-aba dari dalem. Aku udah latihan di rumah, seharusnya ini gampang karena aku cuma ngucapin empat kalimat. Ini bocorannya:
“Apa, Nak.”; “Ibu lagi ga punya
uang.”; “Sekarang Ibu lagi berusaha. Kalo Ibu punya uang pasti Ibu beliin.”; “Sekarang
kamu makan aja dulu yang ada.”
Nisa ngasih aba-aba dan aku masuk
ke dalem. Ternyata akting depan kamera dan nggak rasanya beda banget. Bikin deg-degan
dan keringet dingin. Shoot pertama gagal. Pas bagian aku seharusnya ngomong
malah hening. Tiba-tiba blank seketika. Adeganku yang ada di film udah yang
terbaik dari yang lainnya. Sampe sekarang itu satu-satunya adegan yang aku ga
sanggup nonton tanpa tutup telinga dan tutup mata. Aktingku paling aneh. Tapi kalo
kata yang lainnya diri mereka masing-masing yang aktingnya paling aneh. Kita sama-sama
berakting aneh. Seenggaknya kita bahagia.
Hari pemutaran film.
Video-video yang udah ada baru
disatukan di sekolah pada hari itu dengan laptop Kania. Butuh proses lumayan
panjang, seperti loading, cut, dan edit sana-sini. Judulnya baru ditentukan di
detik-detik terakhir. Kita berekspektasi filmnya akan diberi judul yang bagus.
Tapi Bu Ratna keburu manggil kelompok kita. Akhirnya dipilihlah judul yang
sederhana tapi bersahaja sepeti filmnya, yaitu “Si Kaya dan Si Miskin”.
Alhamdulillah, responnya bagus
dari Bu Ratna dan temen-temen. Walaupun dibanding film yang diputer di bioskop
standarnya masih jauuuh banget, tapi kita punya pengalaman yang seru dan ga
terlupakan. Kelompok lain juga begitu. Semua film temanya berbeda dan kreatif.
Ada yang judulnya “Cinderella”, “Paper”, dan “Hemofilia”. Semoga ini bukan kali
pertama dan terakhir bikin film bareng temen-temen.
Hari Jumat.
Hari Jumat berjalan sama seperti
Hari Jumat sebelumnya dan mungkin sama seperti Hari Jumat yang akan datang. Kecuali
keputriannya. Setelah solat Dzuhur, kita keputrian yang bertema.. aku lupa apa.
Mungkin tentang hubungan kepada keluarga dan teman. Tiba-tiba tanpa
pemberitahuan atau petunjuk dari siapa pun, film kita diputer. Aku dan
temen-temen kaget. Kita yang terlibat pada tutup telinga dan nunduk
serendah-rendahnya. Rasanya lebih malu dari syuting di Ind*maret karena ga
kenal siapa-siapa. Sedangkan ini ditonton anak kelas 7, kelas 8, kakak kelas 9,
dan ibu guru.
Setelah selesai diputer yang
rasanya nambah satu jam dari durasi aslinya yang cuma sepuluh menit. Semua tepuk
tangan. Yang tambah mengejutkannya lagi, kita disuruh maju. Di depan para
penonton yang heboh ngomentarin sambil ngomong ke kanan kiri, kita disuruh
ceritain proses pembuatannya. Ga ada yang mau apalagi mengajukan diri sendiri. Mik
berakhir di tangan Nisa sang Pemberani. Temen-temen yang lain pada berusaha
sembunyi di belakang punggung yang lain karena malu. Tapi aku nggak. Mungkin
karena udah ga punya rasa malu *eh-_-*. Nisa berusaha minta bantuan untuk jawab
sambil nyenggol aku. Aku tetep berdiri sambil senyum lebar. Speechless. Rasanya
luar biasa. Ditepuk tanganin begitu banyak orang. Bangga banget. Mungkin menang
Oscar rasanya mirip-mirip kayak gini :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar